Oleh: Ustadz Arif
Syarifudin, Lc. -hafizhahullah-
بسم
الله الرحمن الرحيم
Definisi
Masjid ( مَسْجِد ) –dengan kasroh
pada huruf jim- dalam bahasa Arab adalah isim makan(kata keterangan
tempat) dari kata ( سَجَدَ – يَسْجُدُ – سُجُودًا , artinya bersujud) yang
menyelisihi timbangan aslinya yaitu ( مَسْجَد ) –dengan fathah pada huruf jim-.
Maka arti kata ( مَسْجِد ) adalah tempat bersujud, dan bentuk jamaknya adalah (
مَسَاجِد ). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((
… وَجُعِلَتْ لِيَ اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا))
” … dan (seluruh permukaan) bumi ini telah dijadikan untukku sebagai tempat bersujud dan alat bersuci.” (Muttafaq ‘alaihi)
Adapun menurut istilah yang dimaksud
masjid adalah suatu bangunan yang memiliki batas-batas tertentu yang didirikan
untuk tujuan beribadah kepada Allah seperti shalat, dzikir, membaca al-Qur’an
dan ibadah lainnya. Dan lebih spesifik lagi yang dimaksud masjid di sini adalah
tempat didirikannya shalat berjama’ah, baik ditegakkan di dalamnya shalat
jum’at maupun tidak. Allah berfirman,
” … ,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka (istri-istri kamu) itu sedang kamu
ber-i’tikaf dalam mesjid …” (QS.
al-Baqarah: 187)
“Dan
sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu
menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. al-Jin:18)
“Dan
siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu
tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut
(kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa
yang berat.”(QS. al-Baqarah:114)
“Hanyalah
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menuaikan zakat dan
tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang
yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah:18)
Adapun kata “memakmurkan” adalah
salah satu arti dari sebuah kata dalam bahasa Arab yaitu ( عَمَرَ – يَعْمُرُ
-عِمَارَةً ) yang juga memiliki banyak arti lain di antaranya: menghuni
(mendiami), menetapi, menyembah, mengabdi (berbakti), membangun (mendirikan),
mengisi, memperbaiki, mencukupi, menghidupkan, menghormati dan memelihara.
Dengan demikian, yang dimaksud
“memakmurkan masjid” adalah membangun dan mendirikan masjid, mengisi
dan menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Allah I,
menghormati dan memeliharanya dengan cara membersihkannya dari kotoran-kotoran
dan sampah serta memberinya wewangian.
Bentuk-bentuk
Memakmurkan Masjid dan Keutamaannya
Setiap muslim (khususnya kaum
laki-laki) wajib memakmurkan masjid-masjid Allah dengan berbagai ibadah dan
ketaatan, karena padanya ada keutamaan. Dan Allah menyifati orang-orang yang
memakmurkan masjid-masjidNya sebagai orang-orang mukmin, sebagaimana dalam
firman-Nya,
“Hanyalah
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan
tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang
yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah:18)
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((
إذا رأيتم الرجل يعتاد المساجد فاشهدوا له بالإيمان، قال الله عز وجل { إنما يعمر
مساجد الله من آمن بالله واليوم الآخر . . الآية } )) رواه الترمذي وقال : حديث
حسن
“Jika kamu
melihat orang rajin mendangi masjid, maka persaksikanlah ia sebagai orang yang
beriman.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan
beliau menghasankannya serta yang lainnya. Didhaifkan oleh Syaikh al-Albani
dalam Dha’if al-Jami’ no. 509). Hadits ini dha’if, tetapi maknanya benar sesuai
ayat di atas.
Semua bentuk ketaatan apapun yang
dilakukan di dalam masjid atau terkait dengan masjid maka hal itu termasuk
bentuk memakmurkannya. Di antaranya adalah:
1.
Membangun/mendirikan masjid
Membangun masjid memiliki keutamaan
yang besar sebagaimana disabdakan oleh Nabi r,
((
مَنْ بَنَى مَسْجِداً يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي
الْجَنَّةِ )) وفي رواية لمسلم: (( بَيْتاً فِي الْجَنَّةِ )).
“Barangsiapa
membangun masjid –karena mengharap wajah Allah- maka Allah akan membangunkan
untuknya yang semisalnya di dalam syurga.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafal: “rumah
di dalam syurga.”
Namun keutamaan tersebut hanya bisa
dicapai dengan ikhlas semata-mata karena Allah dan mengharap wajah Allah
sebagaimana teks hadits di atas. Meskipun masjid yang dibangun itu berukuran
kecil, karena dalam hadits yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((
مَنْ بَنَى ِللهِ مَسْجِداً وَلَوْ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللهُ
لَهُ بَيْتاً فِي الْجَنَّةِ ))
“Barangsiapa
membangun sebuah masjid karena/untuk Allah walau seukuran sarang (kandang)
burung atau lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah
di dalam syurga.” (HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi
dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 6128).
Adapun bila seseorang membangun
masjid dengan tujuan ingin dipuji oleh manusia atau hanya untuk berbangga-banggaan
semata maka ia tidak akan memperoleh keutamaan ini. Dan jika hal ini merajalela
di tengah-tengah manusia maka itu salah satu pertanda dekatnya hari kiamat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((
لا تقوم الساعة حتى يتباهى الناس في المساجد ))
“Tidaklah
kiamat akan tegak sehingga manusia berbangga-banggaan dalam (membangun)
masjid-masjid.” (HR. Ahmad, Abu Daud Ibnu
Majah dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’
no. 7421)
2.
Membersihkannya dan memberinya wewangian
Hal itu telah diperintahkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana
diceritakan oleh ‘Aisyah – رضي الله عنها -,
))
أمر رسول الله r ببناء المساجد في الدور وأن تنظف وتطيب )).
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membangun masjid-masjid di
perkampungan-perkampungan, (lalu) dibersihkan dan diberi wewangian.”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah kehilangan seorang wanita atau pemuda
berkulit hitam yang biasa menyapu sampah di masjid, beliau r pun bertanya
tentangnya, dan dijawab bahwa ia telah meninggal. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata,“Tidakkah kalian mengabarkan kepadaku?” Dia
(Abu Hurairah t) berkata, “Seolah-olah mereka meremehkan kedudukan
wanita atau pemuda tersebut.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata, “Tunjukkan kepadaku kuburannya!” Mereka
pun menunjukkannya lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatinya
(yakni shalat atas jenazahnya) dan bersabda,
((
إن هذه القبور مملوءة ظلمة على أهلها وإن الله ينورها لهم بصلاتي عليهم ))
“Sesungguhnya
kuburan ini penuh kegelapan bagi penghuninya, tetapi Allah meneranginya untuk
mereka dengan doaku buat mereka.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafal Muslim).
3.
Dzikrullah, shalat dan tilawatul Qur’an
Perkara-perkara ini merupakan yang
terpokok dari tujuan dibangunnya masjid, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang a’rabi
(badui) yang kencing di salah satu sudut masjid, setelah orang tersebut selesai
dari kencingnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
((
إن هذه المساجد لا تصلح لشيء من هذا البول ولا القذر إنما هي لذكر الله عز وجل
والصلاة وقراءة القرآن ))
“Sesungguhya
masjid-masjid ini tidak pantas digunakan untuk tempat kencing dan berak, tetapi
hanyasanya ia (dibangun) untuk dzikrullah, shalat dan membaca al-Qur’an.”
Oleh karena itu masjid merupakan
tempat yang paling dicintai oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
((
أحب البلاد إلى الله مساجدها و أبغض البلاد إلى الله أسواقها )).
“Tempat
yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan yang paling dibenci
Allah adalah pasar-pasarnya.” (HR.
Muslim dari Abu Hurairah t)
Dalam hadits lain beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
((
خير البقاع المساجد و شر البقاع الأسواق )).
“Sebaik-baik
tempat adalah masjid, dan seburuk-buruk tempat adalah pasar.” (HR. At-Thabarani dan al-Hakim. Dishahihkan oleh
Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 3271)
Adapun dzikrulllah maka ia merupakan
amalan yang agung, dan sebaik-baik tempat dzikrullah adalah masjid. Ketika
Allah mencela orang-orang yang menghalang-halangi manusia dari menyebut nama
Allah di dalam masjid-masjidNya, Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang
paling aniaya. Allah berfirman,
“Dan
siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu
tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada
Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang
berat.”(QS. al-Baqarah:114)
Maknanya bahwa orang-orang yang
menghidupkan masjid-masjid dengan dzikrullah dan memerintahkan manusia
kepadanya merupakan sebaik-baik amal dan jauh dari perbuatan aniaya.
Sedangkan shalat, khususnya shalat
fardhu berjama’ah, di dalam masjid memiliki keutamaan yang besar, diantaranya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((
من توضأ للصلاة، فأسبغ الوضوء، ثم مشى إلى الصلاة المكتوبة، فصلاها مع الناس –أي:
مع الجماعة في المسجد-؛ غفر الله له ذنوبه ))
“Barangsiapa
berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan
menuju shalat fardhu, lalu dia shalat bersama manusia –yakni bersama jama’ah di
masjid-, niscaya Allah ampuni dosa-dosanya.” (HR.
Muslim)
Apalagi shalat berjama’ah itu
pahalanya berlipat ganda, dua puluh lima atau dua puluh tujuh kali,
dibandingkan dengan shalat bersendiri. Sebagaimana dalam sabda Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam,
((
صلاة الجماعة تفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة ))
“Shalat
berjama’ah itu lebih baik 27 kali lipat daripada shalat bersendiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar – رضي الله
عنهما -)
Dalam riwayat ِal-Bukhari dari Abu
Sa’id al-Khudri t,
((
بخمس وعشرين درجة ))
” … 25
kali lipat …”
Islam telah memotivasi setiap muslim
untuk selalu mendatangi masjid-masjid, dan seseorang yang hatinya telah terikat
dengan masjid ketika dia keluar darinya hingga dia kembali ke masjid
(yakni selalu menjaga waktu-waktu shalat berjama’ah di masjid) termasuk dari
tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari tiada naungan selain
naungan-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((
سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله : …)) وفيه (( ورجل قلبه معلق بالمسجد
إذا خرج منه حتى يعود إليه … ))
“Ada tujuh
golongan yang akan Allah naungi mereka pada hari tiada naungan selain naungan
Allah yaitu: … -diantaranya-: “dan seorang yang terikat (hatinya) dengan masjid
ketika ia keluar hingga ia kembali ke masjid …” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah t)
Dan seorang yang pergi ke masjid
pagi atau petang akan memperoleh pahala yang besar. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
((
من غدا إلى المسجد و راح أعد الله له نزلا من الجنة كلما غدا و راح )).
“Barangsiapa
pergi pagi hari ke masjid, atau petang hari, akan Allah sediakan untuknya
tempat di syurga setiap kali dia pergi (pagi atau petang hari).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah t).
Dalam hadits lainnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
((
ألا أدلكم على ما يمحو الله به الخطايا و يرفع به الدرجات ؟ إسباغ الوضوء على
المكاره و كثرة الخطا إلى المساجد و انتظار الصلاة بعد الصلاة فذلكم الرباط فذلكم
الرباط فذلكم الرباط )).
“Tidakkah
kamu mau aku tunjukkan apa yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan
mengangkat derajat? Menyempurnakan wudhu dalam keadaan yang berat, memperbanyak
langkah ke masjid dan menanti shalat setelah shalat. Itulah penjagaan
sesungguhnya, itulah penjagaan sesungguhnya.” (HR.
Muslim dari Abu Hurairah t).
Masih banyak lagi keutamaan yang
lain terkait dengan shalat berjama’ah di masjid.
Adapun membaca al-Qur’an dan
mempelajarinya bersama-sama di dalam masjid juga telah disebutkan keutamaannya
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
((
… وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم إلا نزلت
عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده … ))
” … dan
tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), untuk membaca
Kitabullah (al-Qur’an) dan mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun
ketentraman kepada mereka, rahmat akan menyelimuti mereka, para malaikat
menaungi mereka dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat
di sisi-Nya … ” (HR. Muslim dari Abu Hurairah t)
Dan semua halaqah ilmu yang
bermanfaat termasuk dalam keutamaan tersebut. Bahkan orang-orang yang menuntut
ilmu di majelis-majelis ilmu di dalam masjid, terutama di Masjid Nabawi,
bagaikan mujahid di jalan Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
))
من جاء مسجدي هذا لم يأته إلا لخير يتعلمه أو يعلمه فهو بمنزلة المجاهد في سبيل
الله ومن جاء لغير ذلك فهو بمنزلة الرجل ينظر إلى متاع غيره ))
“Barangsiapa
datang ke masjidku ini, tidak lain kecuali untuk mempelajari kebaikan atau
mengajarkannya, maka dia bagaikan mujahid di jalan Allah, sedangkan yang datang
untuk selain itu maka bagaikan orang yang cuma melihat-lihat harta orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman,
dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Misykat)
Dan secara umum setiap orang yang
menuntut ilmu maka seperti mujahid di jalan Allah. Nabi r bersabda,
((
من خرج في طلب العلم فهو في سبيل الله حتى يرجع )) رواه الترمذي وقال حديث
حسن
“Barangsiapa
keluar untuk menuntut ilmu maka dia di jalan Allah hingga pulang kembali.” (HR. At-Tirmidzi dan beliau menghasankannya. Hadits ini
hasan li ghairihi sebagaimana dikatakan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih
at-Targhib no. 88)
Makalah
Kajian Takmir Tematik 5 Desember 2009
Divisi Pembinaan Takmir Mahasiswa
Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari
Divisi Pembinaan Takmir Mahasiswa
Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari